Takalar – kupastuntaa86.com | Dugaan ketidakprofesionalan penyidik Polres Takalar dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap laporan wartawan Media Armada, Wahid Dg Rani, kini menuai sorotan publik. Kasus ini menjadi perhatian karena dinilai mencerminkan lemahnya pemahaman aparat terhadap regulasi perlindungan profesi jurnalis.
Peristiwa bermula saat Wahid Dg Rani menjalankan tugas peliputan proyek pengerukan saluran air tersier di Lingkungan Tana-Tana, Kelurahan Canrego, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, pada Minggu (28/9/2025). Saat melakukan tugas jurnalistiknya, terjadi insiden ketika sepeda motor milik Arif Dg Jowa melaju dan menabrak motor milik Wahid yang tengah terparkir, mengakibatkan kerusakan pada bagian depan kendaraan pribadinya.
Namun, dalam proses pelaporan di Polres Takalar, penyidik justru menyoroti sertifikasi wartawan dari Dewan Pers sebagai syarat agar pasal-pasal dalam Undang-Undang Pers dapat diterapkan. Pandangan ini dinilai keliru, sebab Dewan Pers tidak memiliki kewenangan menerbitkan legalitas individu wartawan. Berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan dalam menjalankan profesinya berhak memperoleh perlindungan hukum tanpa syarat administratif dari Dewan Pers.
Lebih lanjut, Pasal 15 UU Pers menegaskan bahwa kewenangan Dewan Pers terbatas pada verifikasi perusahaan pers, penyelesaian sengketa pemberitaan, dan penegakan kode etik jurnalistik. Hal ini juga dipertegas dalam Nota Kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 dan B/2/II/2017, yang menyebutkan bahwa koordinasi antara Polri dan Dewan Pers hanya dilakukan jika perkara menyangkut produk jurnalistik atau sengketa pemberitaan, bukan pidana umum seperti penganiayaan atau pengrusakan.
Dalam konteks ini, pernyataan penyidik Polres Takalar, IPDA Syarifuddin, melalui sambungan telepon WhatsApp yang menyebutkan, “kalau mau diterapkan harus dilengkapi sertifikasinya,” dianggap menyimpang dari regulasi perlindungan jurnalis. Sebab secara hukum, identitas dan legalitas wartawan dibuktikan melalui surat tugas, kartu pers, dan pengesahan dari redaksi media tempat ia bekerja, bukan dari Dewan Pers.