Medan | Kupastuntas86.com – Ditengah-tengah kondisi kehidupan buruh yang semakin terhimpit karena miskin secara sistematis, buruh kerap kali masih dizolimi oleh pihak-pihak tertentu dengan memanfaatkan peluang yang dimiliki. Seperti apa yang dialami oleh para buruh PT.Subur Jaya Indonesia yangb erlokasi di Medan.
Pasca melakukan aksi unjuk rasa/mogok kerja bersama Dewan Pengurus Cabang Federasi Serikat Buruh KIKES KSBSI Kota Medan untuk memprotes kebijakan pengusaha yang memaksakan menerapkan peraturan sepihak berupa Surat Peringatan Berbayar, jam kerja yang berlebih, Prosedur PKWT yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku, pengusaha justru melakukan tindakan balasan dengan melakukan mutasi terhadap pengurus dan/atau anggota
serikat buruh yang bekerja di PT.Subur Jaya Indonesia, hal mana sesungguhnya merupakan tindakan pemberangusan serikat buruh (union busting).
Selasa,12/11/24.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hera Yunita dalam orasinya mengatakan , tindakan pemberangusan serikat buruh (union busting) tersebut sesungguhnya
merupakan pelanggaran hak asasi buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a Undangundang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang berbunyi “Siapapun
dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan atau melakukan mutasi
Pada tingkat mediasi di Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan, tindakan mutasi yang dilakukan oleh PT.Subur Jaya Indonesia tersebut telah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum,
tetapi pengusaha sama sekali tidak bergeming dengan keputusannya, sehingga saat ini permasalahan tersebut sedang disidangkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Medan dengan register Nomor 176/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Mdn, Nomor 197/Pdt.SusPHI/2024/PN Mdn dan Nomor 198/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Mdn. Ditengah-tengah proses persidangan mulai tercium aroma tak sedap (ada indikasi permainan mafia peradilan) yang
dilakukan oleh oknum-oknum aparatur yang terkait dengan pemeriksaan perkara ucap Hera.
Jika pada saat tahapan perundingan bipartit, pengusaha pernah menawarkan konpensasi pengakhiran hubungan kerja setara dengan nilai 80% dari hak yang seharusnya diterima buruh,
dengan alasan biaya telah terpakai untuk pengurusan ke pengadilan, tawaran pengusaha yang terakhir tinggal hanya 30% saja. Bisa dibayangkan betapa besar biaya yang dikeluarkan hingga Mencapai 80% dari hak buruh.
Mencermati kejadian-kejadian terakhir ini dimana beberapa aparatur Mahkamah Agung termasuk aparatur pengadilan yang ada dibawahnya terseret dalam kasus hukum berupa suap dan Gratifikasi, bukan tidak mungkin prilaku-prilaku yang sama juga terjadi di Pengadilan Negeri
Medan. Jika kondisinya sudah demikian maka pengadilan yang diharapkan oleh masyarakat menjadi benteng terakhir untuk mencari keadilan, pada akhirnya akan menjadi mesin pencetak
ketidak adilan.
Bahwa untuk perkara nomor 197/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Mdn. Telah diputus pada Senin,11/11/2024 dengan putusan yang menurut hemat kita juga sangat rancu yang mana dalam Point 1 mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, dipoin ke 2, 3 malah mengabulkan permohonan Perusahaan, sedangkan untuk gugatan Penggugat sama sekali tidak ada yang dikabulkan.
Sehubungan dengan hal tersebut kami memohon kepada pihak-pihak terkait untuk dapat
melakukan upaya-upaya pencegahan dan penindakan atas terjadinya praktek mafia peradilan di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan. Hal ini perlu kami sampaikan
sebagai wujud kecintaan kami terhadap sistem peradilan yang baik di negara tercinta Republik Indonesia. (Tim)